Senin, 31 Agustus 2009

Jangan Hidupkan Kembali UU Subversi !!

oleh: Wimar Witoelar
Baru-baru ini sebuah Koran daerah menulis  “Undang-Undang Subversif harus diberlakukan lagi kalau kita tak ingin  teroris berkembang pesat,” kata Wimar Witoelar.  

SALAH TOTAL!!  Tapi saya tidak mengirimkan surat ralat, karena salah lapor ini punya implikasi umum, dan kita tidak ingin memojokkan koran yang baik dengan wartawan yang saya yakin beriktikad baik. Biarlah koreksi dilakukan dengan sukarela. Yang lebih penting adalah materi itu sendiri, apakah UU Subversi perlu dihidupkan lagi.
Jawabnya: TIDAK!! UU Subversi dibuat Bung Karno, dipakai oleh Pak Harto, dihentikan pada awal reformasi. Presiden Sukarno tidak menerima adanya oposisi pada revolusi yang dikobarkannya pada setiap bidang. Presiden Suharto tidak mememberi toleransi pada  gangguan terhadap stabilitas nasional yang melindungi regime Orde Baru.
Sangat beda dalam demokrasi kita sekarang.  Perubahan positif harus bisa dilakukan, termasuk perubahan yang berasal dari kalangan oposisi. Justru yang sekarang harus dicegah adalah Stockholm Syndrome dimana  tawanan yang dibebaskan minta ditawan kembali.
Kita yang  beruntung luput dari totaliterisme Orde Baru masih ada yang mendukung tokoh keras pendukung totaliterisme. UU Subversi adalah alat utama yang digunakan Orde Baru untuk meredam semua ekspresi masyarakat  mulai dari kegiatan aktivis mahasiswa sampai pada perlawanan intelektual dan kebebasan pers. Phew… kita lega dan bersyukur jaman itu sudah lewat, jangan sampai kembali.
Penanganan terorisme dengan kuat, tanpa UU Subversi
Memang terorisme yang memerlukan penanganan kuat. Salah satu sebab mengapa teroris Negara lain beroperasi di Indonesia adalah karena mereka tidak bisa beroperasi di Malaysia dan Singapore yang mempunyai Internal Security Act (seperti juga di Amerika Serikat) yang memungkinkan alat Negara menahan orang atas dasar kecurigaan, bukan pembuktian. Tapi itu hanya salah satu faktor. Bukan itu saja penyebab sulitnya pembrantasan terorisme.
Salah satu sebab adalah infrastruktur sosial yang kadang2 menciptakan perlindungan berlebih. Orang jang jelas2 teroris bisa bergabung dan melebur dengan komunitas tertentu secara mudah. Kadang2 sangsi hukum pada teroris diimbangi dengan simpati atau pembenaran parsial atas perilaku mereka. Korupsi dan conflict of interest dalam kabinet SBY-JK memudahkan hasutan antisosial.  Kekuatiran orang akan dipojokkannya agama melemahkan ketegasan menolak budaya teroris. Kalau kelemahan-kelemahan masyarakat seperti ini dapat diatasi, terorisme akan lebih mudah dibrantas.
Untunglah dalam segi penanganan fisik berupa tindakan pasca terror, Indonesia termasuk kelas satu di dunia. Kepolisian RI dengan Densus 88 dan aparat intelijen kita mampu selama ini menangkap pelaku setiap terror yang terjadi di Indonesia. Sukses ini melebihi negara lain manapun.
Untung juga kabinet SBY-JK akan dilanjutkan dengan kabinet SBY-Boediono yang akan lebh baik dalam mengatasi korupsi dan conflict of interest kalangan pejabat. Sangat beruntung kita bahwa status internasional Indonesia sangat baik untuk mengatasi terorisme internasional dalam kemitraan dengan negara-negara demokrasi dunia lainnya.

TIDAK pada terorisme!!!
TIDAK pada UU Subversi!!!
  

Sekilas tentang penulis (Wimar Witoelar)

Education and Background
Studied at ITB (Bandung Institute of Technology) transferred to the George Washington University in Washington, DC, USA and graduated in 1975 with an MBA in Finance and Investments after receiving the MS in Systems Analysis and BS in Electrical Engineering. Taught at the ITB, full-time in 1975-1981 and part-time in the Post Graduate program up till the present. Fields of teaching include Financial Analysis and Corporate Strategy.
Personals
Born July 14, 1945 in Padalarang, West Java, youngest of five . His wife, neurologist Suvatchara Witoelar, passed away in 2003. They have two sons Satya Tulaka (1975) is an architect and web developer operating through Tulakom. He is married to Dyah Sekar Sari Kusumo Wardani, a practicing architect. They have a daughter Kirana Ardianti (2007). Younger son Aree Widya (1978) is an MSc. in Computational Physics and a Ph.D. candidate in Computer Science in Groningen, the Netherlands. Aree is married to Cinthya Sopaheluwakan, a physics graduate of ITB with an MBA from Hanzehogeschool Groningen .
Office
PT InterMatrix Indonesia
Dutamas Fatmawati #C2-19
Jakarta 12150, Indonesia
Phone +62-21-72790028
Fax +62-21-7229994
SMS +62-811-811291 (filtered)
Email wimar@witoelar.com (direct)
More About Wimar:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar